Kamis, 18 Juli 2013

Menjawab Keraguan akan Ekonomi Syariah


   
Semakin hari, kondisi bangsa ini semakin memprihatinkan. Hampir setiap tahun penduduk Indonesia senantiasa dihadapkan dengan berbagai permasalahan baik yang sifatnya force majeur maupun yang disebabkan ulah manusia sendiri seperti musibah gempa bumi, kebakaran-kebakaran yang sering terjadi hingga banjir yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia pada umumnya dan ibu kota pada khususnya. Tidak cukup dengan itu, masyarakat juga masih harus berhadapan dengan masalah kenaikan harga-harga kebutuhan pokok hingga kelangkaan bahan bakar minyak terutama minyak tanah yang semakin melengkapi penderitaan masyarakat.
Melihat permasalahan yang begitu complicated seperti di atas, penulis sangat yakin, dengan hanya mengandalkan peran pemerintah saja tidak akan bisa mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Untuk keluar dari jerat permasalahan ini, seluruh komponen bangsa, yaitu pemerintah dan rakyat harus bekerja sama dan saling memercayai satu sama lain.

Namun di sisi lain, pemerintah tampaknya belum cukup serius menjalin kerja sama dengan masyarakat terutama umat Islam dalam masalah perekonomian. Padahal, masyarakat muslim adalah mayoritas di negeri ini dan mencatat sejarah yang mengagumkan sekaligus mengharukan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tercatat dalam sejarah bahwa para pemuka umat Islam-lah yang sering memicu perlawanan terhadap pemerintahan kolonial. Dalam hal pertumbuhan dan perkembangan Ekonomi Syariah dunia yang begitu pesat, aplikasi Ekonomi Syariah dalam konteks ke-Indonesia-an justru acap kali mengahadapi ganjalan yang berasal dari bangsa sendiri.

Penentangan Rancangan Undan-Undang SBSN (Sukuk) dan Perbankan Syariah oleh salah satu fraksi di DPR, misalnya. Dengan alasan klise, yakni penerapan syariat agama tertentu yakni agama Islam dalam kehidupan bangsa Indonesia, mereka seperti ketakutan bahwa Islam lambat laun akan menggantikan dasar negara Indonesia. Padahal, sejarah mencatat bahwa umat Islam Indonesia adalah umat berjiwa besar serta legowo yang karena alasan persatuan bangsa rela menerima penghapusan klausul pada sila pertama yang berbunyi "dan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya." Padahal lagi, dengan berlakunya RUU tersebut banyak sekali manfaat yang akan diperoleh tidak hanya bagi umat Islam tapi masyarakat Indonesia secara keseluruhan seperti masuknya investor asing yang sangat potensial terutama negara-negar Timur Tengah.

Penentangan dari beberapa elemen pemerintah tersebut tak hanya melukai umat Islam tetapi menghambat pertumbuhan perekonomian pada umumnya, di mana ekonomi syariah sedang menjadi alternatif utama baik dunia maupun Indonesia menggantikan ekonomi kapitalis yang menurut beberapa pendapat tengah berada di ambang kehancuran.



Peran Nyata Ekonomi Syariah

Di antara peran ekonomi syariah yang harusnya menjadi bahan pertimbangan golongan yang melakukan penentangan terhadap kedua RUU tersebut adalah peran nyata ekonomi syariah serta instrumen ekonomi syariah dalam menjawab tantangan serta permasalan perekonomian. Praktik perbankan syariah yang adil, yang berbasis bagi hasil selain menguntungkan juga berhasil menggaet nasabah dengan indikasi pertumbuhannya yang sangat pesat. Selain itu, praktik sektor keuangan syariah senantiasa bersesuaian dengan sektor riil, yang pelaku utamanya adalah masyarakat menengah ke bawah. Makin besar porsi sektor keuangan syariah beroperasi makin besar pula sektor riil yang beroperasi sehingga tidak terjadi ketimpangan antara sektor riil dan sektor moneter serta makin sempitnya jurang pemisah si kaya dan si miskin. Dengan tumbuhnya sektor riil, pertumbuhan ekonomi bisa dirasakan masyarakat secara lebih adil dam merata.

Selain itu, sektor syariah yang tidak bisa dianggap remeh adalah peran sosial ekonomi syariah melalui instrumen-instrumennya seperti zakat, infak/sedekah dan wakaf.  Melalui pengelolaan yang optimal, zakat, infak/sedekah dan wakaf berpotensi besar mengatasi berbagai permasalahan bangsa baik ekonomi maupun sosial.

Berbeda dengan industri perbankan syariah sebagai unit bisnis, instrumen ekonomi syariah seperti zakat, infak/sedekah dan wakaf berperan besar dalam mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Zakat dan infak/sedekah berperan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin. Peran tersebut sangat sesuai dengan cita-cita pemerintah yang diamanahkan Undang-Undang yang berbunyi; "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Sedangkan wakaf, memiliki peran yang besar dalam menunjang serta mendukung pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat. Melalui wujudnya yang biasanya berupa asset kekal, wakaf sangat sesuai untuk pembangunan sarana-sarana seperti rumah sakit, sekolah, perpustakaan dan sebagainya. Sebagai bukti akan peran wakaf yang memihak rakyat adalah apa yang dicontohkan oleh beberapa lembaga seperti Dompet Dhuafa dengan Lembaga Kesehatan Cumu-Cuma (rumah sakit bebas biaya bagi orang miskin) dan Sekolah Smart Ekselensia (sekolah bebas biaya). Sebelumnya, kita juga bisa melihat peran UII dan Pondok Modern Gontor dalam mengelola wakaf. Dan perlu diketahui, peran wakaf—selain sarana ibadah—tidak hanya terbatas untuk umat Islam akan tetapi bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dari agama manapun.

Melihat peran yang besar dari ekonomi syariah tersebut, sepatutnya-lah bagi pemerintah untuk memberikan perhatian serius. Perhatian tersebut bisa berupa dukungan penuh terhadap praktik ekonomi syariah, salah satunya dengan meyakinkan beberapa pihak yang menentang penerapan RUU yang berkaitan dengan ekonomi syariah bahwa ekonomi syariah tidak hanya bermanfaat bagi umat Islam akan tetapi bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Sebisa mungkin pemerintah harus turut serta dalam mempercepat pemberlakuan UU tersebut. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk mendorong pertumbuhan serta perkembangan ekonomi syariah yang saat ini menjadi tuntutan masyarakat secara luas. Dalam hal zakat, upaya pemerintah yang bisa dilakukan adalah dengan memberlakukan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan sebagaimana telah dicontohkan negara jiran Malaysia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar